PADA PIHAK MANA
KALIAN BERDIRI ?
Kata-kata “alles berust op geweld” adalah kalimat yang ditulis Hario
Kecik “puluhan tahun yang lalu” dalam buku “puisi” milik gadis mahasiswi
fakultas kedokteran –seorang Indo-Minahasa yang bernama Zus Ratulangi- dan
artinya “segalanya bertopang atas kekerasan”. Dan itulah intipati politik,
yakni kekerasan!
“Geweld” artinya memang “kekerasan”, tetapi jika “geweld...enaar”, maka
artinya adalah orang yang sewenang-wenang, alias tiran. Dan dalam arti itulah
politik Indonesia harus dimengerti. NKRI berhadapan dengan kekuatan asing yang
tak lain adalah berwatak “geweldadig”, yakni kolonialis Belanda dan Inggris
yang bukan saja di masa silam menguasai NKRI, tetapi tetap saja sampai hari
ini, jika kita mampu dengan jeli mengobservasinya. Dan karena itu, dengan latar
belakang “politik” seperti itu lalu aneka macam tokoh dari kalangan tentara
(seperti Yani atau Nasution), dari kalangan sipil, antara lain pengusaha Cina
sampai dengan para pemikir mengenai ideologi Negara, semua diletakkan sebagai
para pemain di pentas “upaya hegemoni kolonial” itu. Dan pertanyaan akhir :
pada pihak mana kalian berdiri? Jika kalian pada pihak NKRI, kalian adalah
kawan, tetapi jika berdiri pada pihak lain itu maka dengan sendirinya garis
batas harus ditarik dengan tegas!