Jenderal Suhario Padmodiwirio – atau Hario
Kecik – adalah pejuang 45 dan salah satu pendiri kesatuan militer Republik
Indonesia. Ia juga satu-satunya perwira militer dari Indonesia yang memiliki
pengalaman global system di dua pusat kekuasaan dunia saat Perang Dingin
berkecamuk, yaitu di Fort Benning, Georgia, AS (1956) dan Warga College
Suvorov, Moscow (1965). Di dalam negeri ia memiliki pengalaman tempur sejak 24
tahun langsung dalam Battle of Surabaya, dan diikuti dengan masa kemerdekaan
hingga tahun 1949. Kemudian antara tahun 1959 hingga 1965 selaku Panglima Kodam
di Kalimantan Timur Jend. Hario adalah pucuk pimpinan militer dalam Konfrontasi
melawan Inggris/ Malaysia.
Hario Kecik adalah militer lapangan, atau
dalam julukan khusus Bung Karno pada panglima kesayangannya ini adalah “wong
alasan” (orang rimba). Ia bergerak di luar pengaruh partai politik manapun,
termasuk dengan partai komunis seperti dituduhkan selama ini. Ideologi Hario
Kecik hanya satu, yakni melaksanakan etik Angkatan 45 untuk tidak pernah
mengkhianati Bung Karno selaku symbol Republik hasil revolusi kemerdekaan.
Untuk itu pula ia dipenjara- tanpa pengadilan – sekitar empat tahun oleh Rezim
Soeharto. Terhadap hal inipun Hario Kecik memilih untuk tidak berkubang dalam
dendam. Karena itu ia tetap mampu memproduksi pikiran dengan kreasi khas orang
berjiwa merdeka.
Sebelum buku ini Hario Kecik telah menulis
tiga memoir dan enam buku Pemikiran Militer – yang masing-masing rata-rata
berjumlah 500 halaman. Kemudian buku fiksi yang ditulisnya tak kurang dari lima
novel dan satu naskah scenario film. Penerbit buku-buku itu adalah Yayasan Obor
Indonesia, LKiS, Pustaka Utan Kayu, dan Abhiseka Dipantara.